Membaca Angin "Reshuffle"
2016-04-11 14:42:06 GMT · · politik
StreamGraph volume pemberitaan isu “reshuffle” untuk setiap partai. Setiap warna sinyal mewakili partai politik yang berbeda. Luas area dari sinyak menunjukan jumlah pemberitaan tentang reshuffle yang terkait partai tertentu.
Perombakan kabinet jilid II kembali akan dilakukan. Kabar ini membuat sejumlah pihak, partai politik yang ada di dalam maupun di luar pemerintahan, mulai bersiap. Ada yang berharap mendapat tambahan jatah kursi menteri. Ada pula yang cemas kehilangan posisi oleh karena bergabungnya sejumlah partai baru dalam gerbong koalisi pemerintahan Joko Widodo.
Dashboard “News Processing Suite” atau NPS di Bandung Fe Institute menunjukan sinyal reshuffle itu sudah mulai muncul berhembus sejak Oktober 2015, beberapa bulan pasca reshuffle kabinet pertama. Kemudian semakin kencang di penghunjung tahun 2015 sampai dengan saat ini.
Pada gambar StreamGraph terlihat pada mulanya isu reshuffle hanya “dimainkan” oleh elit-elit partai politik dan pengamat. Isu ini mulai mendapat tanggapan dari kalangan Istana di penghujung tahun 2015 (sinyal warna cyan). Salah satunya oleh Joko Widodo sendiri ketika membuka sebuah acara di Solo 26 Desember 2015.
Sejak itu isu reshuffle berhembus makin kencang. Umumnya didominasi oleh PDIP dan pihak Istana. Secara keseluruhan PDIP mendominasi sekitar 15% pemberitaan tentang reshuffle. Diikuti oleh kabar dari kalangan Istana sekitar 14%. Namun dalam beberapa segmen waktu partai-partai seperti PKB dan Hanura menjadi pusat pemberitaan. Seperti diketahui, di awal April tahun 2016 “pertikaian segitiga” antara PKB, PDIP dan Istana terkait reshuffle mendominasi pemberitaan media.
Peta sentimen antar aktor politik mengkonfirmasi hal tersebut. “Pertikaian segitiga” PKB, PDIP dan Istana dalam segmen waktu Maret-April 2016 menunjukan hubungan yang memanas antara PDIP- PKB. Hubungan yang mesra antara PDIP-Istana dan hubungan yang renggang antara Istana-PKB.
Peta konflik/sentimen antar partai politik yang diagregasi dari komentar-komentar elit partainya di media. Dua partai bersentimen positif jika komentar-komentar elit partainya saling menguatkan terkait sebuah isu. Semakin tebal garisnya maka intensitas sentimennya semakin kuat. Garis abu-abu bernilai netral akibat agregasi sentimen elit saling meniadakan atau sentimennya tidak terindentifikasi mesin NPS.
Situasi ini tidak menguntungkan untuk PKB. Situasi ini disebut “imbalance” dalam perspektif teori keseimbangan sentimen. Dinamika sistem senantiasa akan bergerak ke arah keseimbangan baru, yakni salah satu dari dua kondisi berikut, yaitu hubungan PKB-Istana akan semakin memburuk atau hubungan PKB-PDIP yang akan membaik. Tentu kondisi yang pertama semakin merugikan PKB.
Hubungan PDIP dan Istana sendiri sesungguhnya pernah memburuk di awal-awal isu reshuffle berhembus. Terlihat garis merah antara PDIP-Istana di segmen waktu November-Desember 2015. Namun kondisi itu terus membaik hingga saat ini. Berkebalikan dengan hubungan PDIP-PKB yang justru memburuk. Adapun hubungan PKB-Istana sesungguhnya tidak banyak berubah sejak awal.
Persoalan reshuffle ini masih akan terus berlanjut. Konstelasi elit masih akan berubah seiring dengan mendekatnya waktu perombakan kabinet. Satu pertanyaan yang tersisa adalah atas alasan apa partai politik berburu kursi kementerian?
Di satu sisi, prestasi menteri dalam menjalankan tugasnya adalah prestasi pimpinan pemerintahan, yang dalam hal ini adalah Joko Widodo dan PDIP. Prestasi partai hanya bisa diapresiasi oleh publik ketika ia mampu memenangkan kontestasi pemilu dan berhasil dalam menjalankan pemerintahannya sendiri. Sementara di sisi lain, kinerja yang buruk berdampak tidak hanya pada persona menteri tapi juga kepada partai asalnya.
Apakah jawabannya terkait dengan persoalan sumberdaya yang bisa ikut dinikmati oleh partai ketika kadernya masuk dalam pemerintahan?
Ardian Maulana
Departemen Sosiologi Komputasional
Bandung Fe Institute