berita politik
Para Bakal Calon Presiden di Tiktok-sphere
Jejaring interes/perhatian antar video-video politik di Tiktok. Dua video yang terhubung memiliki kesamaan interes di kalangan para pengguna Tiktok, muncul di for your page layar Tiktok.
Pemilu 2014 menyaksikan media sosial Twitter sebagai ruang propaganda kampanye yang menakjubkan. Pemilu 2019 Youtube tampaknya menjadi ruang propaganda dahsyat yang “menggeser” televisi di tengah derasnya arus internet broadband saat itu. Bagaimana lanskap digital politik di Pemilu 2024? Mungkin Tiktok-sphere akan lebih banyak berkisah, sebagaimana yang terlihat saat ini, kurang dari setahun jadwal Pemilu 2024.
Quo Vadis Kredibilitas Media Berita
Perkembangan media daring dan media sosial dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengubah secara radikal cara publik mengkonsumsi informasi. Survei menunjukan bahwa 63% publik mengkonsumsi berita secara digital, sementara jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook menjadi tempat dimana publik menerima, berbagi dan mendiskusikan berita berbagai perkembangan terbaru. Kombinasi media daring dan media sosial memperkuat peran dari media sebagai gatekeeper of information dalam pembentukan opini publik. Namun juga memunculkan kekhawatiran tersendiri, terkait dengan netralitas media dan mewabahnya mis/dis-informasi.
Upaya untuk lebih jauh memahami keberpihakan media dalam berbagai peristiwa politik terkendala oleh minimnya data rating ideologi media. Hal ini sulit diukur karena mayoritas media berita tidak menunjukan posisi politiknya secara terbuka. Dalam studi ‘Media Partisanship during Election: Indonesian Cases’, yang kami paparkan di Complex Network 2020: The 9th International Conference on Complex Networks and their Applications (December 1-3, 2020 - Madrid, Spain), kami mengajukan cara yg inovatif, menggunakan graph based-learning algorithm, untuk mengidentifikasi secara otomatis posisi politis sebuah media berita, dan juga pembacanya.
Ruang Informasi yang Terbelah: Anatomi Lanskap Media Berita Indonesia
Di tengah tren pembelahan ekstrim diskursus politik dewasa ini maka upaya saintifik untuk memahami dinamika sosial dan teknologi yang melatarbelakangi tren tersebut menjadi suatu yang krusial.
Mewabahnya sikap partisan ekstrim dalam berbagai peristiwa politik tidak dapat dilepaskan dari perkembangan pesat teknologi digital, media social dan media berita daring, yang semakin mempermudah warga dalam memperoleh dan mendiskusikan informasi politik. Di satu sisi, teknologi digital memperbesar peluang individu terpapar oleh informasi dari beragam cara pandang. Namun di sisi lain, mediasi dan personalisasi informasi oleh jejaring social juga berpotensi membatasi paparan hanya pada informasi yang disepakatinya secara politik, memunculkan mispersepsi atas fakta dan peristiwa dan adopsi sikap politik yang semakin ekstrim seiring waktu.
Tentang Pemilu USA 2020
Keriuhan panggung politik sepertinya tak pernah berhenti. Setelah Pemilu Presiden Indonesia 2019 yang super gaduh, kini berlanjut pada keriuhan di tingkat daerah, yaitu pemilihan kepala daerah (pilkada). Di era pandemi, ini menjadi hiburan tersendiri, khususnya bagi para pemerhati politik. Namun tulisan ini tidak menyoal politik Indonesia. Ini tentang pemilu di negeri Paman Sam, Amerika Serikat.
Pemilu presiden AS 2020 dipandang banyak pihak sebagai salah satu momen historis dalam sejarah politik AS. Voter turnout diperkirakan mencapai 65% dari total pemilih, merupakan yang terbesar sejak tahun 1908. Kamala Harris adalah perempuan, kulit hitam, dan keturunan Asia-Amerika pertama yang akan menjabat posisi Wakil Presiden. Namun yang paling disambut sukacita oleh warga dunia adalah kekalahan petahana Donald Trump, sosok yang dipandang berkontribusi besar pada ketidakstabilan tatanan global dalam 4 tahun terakhir.
Efek Agama Terhadap Suara Jokowi di Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang cukup vital dalam perebutan kursi legislatif maupun eksekutif pada Pemilu April 2019 kemarin. Selain merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak se-Indonesia, lokasi Jawa Barat yang dekat dengan Jakarta, Ibukota dari Indonesia yang merupakan arena pertarungan politik, juga memberikan pengaruh politik yang cukup besar.
Pada hasil Pilpres 2019, pasangan calon presiden nomor 2, Prabowo-Sandi, unggul akan pasangan calon presiden nomor 1 Jokowi-Ma’ruf pada provinsi Jawa Barat. Ternyata, hal yang sama terjadi pada Pilpres 2014, dimana pada waktu itu pasangan Jokowi-Kalla kalah terhadap pasangan Prabowo-Hatta dalam perolehan suara di Jawa Barat. Banyak yang berargumen bahwa factor agama memainkan peranan kuat terhadap kekalahan Jokowi di Jawa Barat. Apakah memang demikian?
Jawabannya dapat dicari dengan menganalisa hubungan antara presentase pemilih calon presiden Jokowi dan presentase pemeluk agama Islam di tingkat kecamatan pada provinsi Jawa Barat secara spasial. Pendekatan korelasi spasial memandang adanya sifat nonstationarity secara spasial dari variable-variabel yang diobservasi. Lebih dari metode korelasi konvensional, pendekatan korelasi spasial memungkinkan kita mengidentifikasi di wilayah-wilayah mana saja korelasi antar variable itu terjadi.
Menelaah Kontestasi Ideologi antar Partai Politik di Indonesia
Diskursus politik Indonesia sangat didominasi oleh ide bahwa kompleksitas politik Indonesia dapat disederhanakan sebagai kontestasi antara dua arus ideologi dominan: Nasionalisme versus Islamisme. Keduanya ditempatkan di sisi berlawanan dalam spektrum ideologi 1 dimensional. Partai-partai nasionalis berada di sisi kiri dengan orientasi nilai politik progresif, sementara partai-partai agama dengan ideologi Islamisme berada di sisi kanan dengan orientasi nilai konservatif.
Cara pandang ini terkadang menjadi sangat otoritatif menentukan tindakan yang akan diambil oleh aktor-aktor politik, misalnya dalam penentuan pasangan kandidat dalam pemilu atau pemilihan koalisi partai.
Pertanyaannya: apakah realita politik Indonesia sesederhana pembelahan ideologi Nasonalisme versus Islamisme? Apakah spektrum ideologi 1 dimensional Nasionalisme – Islamisme merupakan model yang tepat untuk merepresentasikan keragaman orientasi ideologi partai-partai yang ada?
Mengatasi Kebakaran Politik di Jakarta
1. Simulasi model kebakaran hutan dengan p/f=100Musim pilkada meningkatkan suhu politik ibu kota Jakarta. Opini dan pilihan politik, pro dan kontra terhadap kandidat, “membakar” dan menjalar lintas wilayah, menghasilkan formasi wilayah dengan dukungan politik yang tinggi (hot spot) maupun rendah (weak spot) terhadap kandidat.
Bayangkan kita menyiramkan air ke sebuah titik dalam ruang spasial seluas Jakarta, yang sedang “terbakar” oleh opini pro dan kontra terhadap kandidat. Sejauh mana langkah tersebut mengurangi luas wilayah yang terbakar? Adakah wilayah-wilayah strategis yang harus dilindungi untuk mencegah “kebakaran” tersebut meluas menjangkau seluruh wilayah Jakarta?
Menyibak Tabir Struktur Informal Partai Politik
Struktur hierarki informal Partai Gerindra. Setiap lingkar orbital menunjukan lapisan hierarki. Lapisan paling dalam adalah lapisan dengan hierarki tertinggi.
“Who says organization, says oligarchy.“
–Michels, 1911