Efek Agama Terhadap Suara Jokowi di Jawa Barat

2019-08-08 13:58:58 GMT · oleh nadija · politik

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang cukup vital dalam perebutan kursi legislatif maupun eksekutif pada Pemilu April 2019 kemarin. Selain merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak se-Indonesia, lokasi Jawa Barat yang dekat dengan Jakarta, Ibukota dari Indonesia yang merupakan arena pertarungan politik, juga memberikan pengaruh politik yang cukup besar.

Pada hasil Pilpres 2019, pasangan calon presiden nomor 2, Prabowo-Sandi, unggul akan pasangan calon presiden nomor 1 Jokowi-Ma’ruf pada provinsi Jawa Barat. Ternyata, hal yang sama terjadi pada Pilpres 2014, dimana pada waktu itu pasangan Jokowi-Kalla kalah terhadap pasangan Prabowo-Hatta dalam perolehan suara di Jawa Barat. Banyak yang berargumen bahwa factor agama memainkan peranan kuat terhadap kekalahan Jokowi di Jawa Barat. Apakah memang demikian?

Jawabannya dapat dicari dengan menganalisa hubungan antara presentase pemilih calon presiden Jokowi dan presentase pemeluk agama Islam di tingkat kecamatan pada provinsi Jawa Barat secara spasial. Pendekatan korelasi spasial memandang adanya sifat nonstationarity secara spasial dari variable-variabel yang diobservasi. Lebih dari metode korelasi konvensional, pendekatan korelasi spasial memungkinkan kita mengidentifikasi di wilayah-wilayah mana saja korelasi antar variable itu terjadi.

Berikut adalah hasil pemetaan dari hubungan tersebut, dimana warna coklat yang semakin tua menunjukkan korelasi yang tinggi, sementara warna coklat yang semakin muda menunjukkan korelasi yang rendah.

peta_korelasi_jkw.png,centered

Gambar 1 (a) Peta korelasi pemilih Jokowi pada pemilu April 2019 dan penduduk beragama Islam di Jawa Barat (b) Grafik korelasi antara pemilih Jokowi dan penduduk beragama Islam di daerah Bandung (c) Grafik korelasi antara pemilih Jokowi dan penduduk beragama Islam di daerah Bogor §

Jelas, kalau korelasi yang rendah menunjukkan bahwa hubungan diantara kedua variabel yang kita analisa adalah kecil atau hampir tidak ada. Jika korelasinya tinggi, berarti ada hubungan yang erat antara kedua variabel. Terlihat bahwa korelasi antara suara Jokowi dan populasi penduduk beragama Islam hanya signifikan di dua kluster wilayah, terlihat dari dua kelompok warna coklat tua yang saling berkumpul, yaitu di sekitar daerah Bandung dan daerah Bogor.

Jika kita fokuskan pada daerah Bandung dan Bogor, dapat kita lihat korelasi tinggi yang jelas negatif. Titik-titik pada grafik korelasi dapat direpresentasikan sebagai garis lurus yang menurun kebawah, menunjukkan korelasi negatif, atau hubungan yang erat namun saling bertolak belakang dari dua variabel.

Daerah Bandung maupun daerah Bogor memang disebut sebagai daerah dengan masyarakat konservatif agama yang kuat. Meskipun pada saat itu, Wali Kota Bogor dan Wali Kota Bandung yang menjabat mendukung Jokowi, tampaknya mereka tidak cukup berpengaruh terhadap akar kultural dan keagamaan yang kuat di Jawa Barat. Terlebih lagi, daerah Bogor dikatakan sebagai rumah dari pasangan calon Prabowo-Sandi.

Lalu, apa yang dimaksud dengan korelasi tinggi? Apakah korelasi tinggi berarti jika penduduk beragama Islam makin tinggi maka pemilih Jokowi juga semakin tinggi? Untuk mengetahui jelas korelasi seperti apa yang ada diantara kedua hal tersebut, perlu diketahui apakah korelasi tersebut negatif atau positif.

Grafik korelasi antara presentase pemilih calon presiden Jokowi dan presentase pemeluk agama Islam terlihat menurun secara perlahan sepanjang sumbu-x. Hal ini menunjukkan ada korelasi negatif antara kedua variabel tersebut. Dalam kata lain, jika pada suatu kecamatan memiliki presentase pemeluk agama yang cukup tinggi, kemungkinan besar presentase pemilih Jokowi disana adalah rendah. Berlaku hal yang sama sebaliknya.

Ada beberapa pendapat tentang mengapa Jokowi masih tidak dapat memenangkan hati penduduk Jawa Barat. Melihat hasil Pemilu yang sudah berlalu, baik itu eksekutif maupun legislatif, tidak dapat dipungkiri bahwa Islam Politik di Jawa Barat masih sangatlah kuat. Ada semacam persepsi bahwa Jokowi tidak cukup Islami untuk standar Jawa Barat. Ada juga yang mengatakan bahwa Jokowi yang merepresentasikan pemimpin Jawa tidak terlihat cukup mengayomi masyarakat Sunda. Faktor agama dan faktor kultural tersebut memunculkan sentimen negatif masyarakat Jawa Barat terhadap Jokowi, baik itu di Pilpres 2014 maupun Pilpres 2019.

Hasil analisis korelasi antara pemilih Jokowi dan penduduk beragama Islam menunjukkan bahwa memang ada hubungan yang erat namun saling berlawanan. Terbukti secara empiris agama masih berpengaruh besar dalam arena politik Jawa Barat. Namun hal itu terjadi hanya di sejumlah wilayah saja.