Konstruksi Pohon Evolusi Batik di Indonesia

2015-10-08 04:01:13 GMT · oleh Mr Robot · budaya

konstruksi pohon filomemetika batik

Ilustrasi konstruksi pohon filomemetika Batik Nusantara

Indonesia dianugerahi diversitas budaya yang begitu luar biasa. Salah satu keragaman budaya yang sangat tinggi adalah batik. Corak batik di Indonesia sangat beragam. Ia tidak hanya berkembang di Pulau Jawa saja, namun juga di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan Papua.

Nyaris setiap daerah memiliki corak batik yang khas. Ada ribuan motif batik yang berhasil diinventarisasi di budaya-indonesia.org, yang asalnya tersebar dari seluruh penjuru Nusantara.

Diversitas yang begitu besar memberikan tantangan kepada kita: bagaimana cara untuk mengkaji evolusi, sejarah, perkembangan dan hubungan antara motif batik? Permasalahan ini sejatinya dapat dipecahkan perspektif interdisiplin, yaitu dengan mengabungkan pendekatan matematika fraktal, ilmu komputasi warna dan kajian biologi evolusioner.

Struktur geometris atau bentuk motif batik diukur melalui pendekatan matematika fraktal. Geometri klasik mengajarkan kita tentang pemahaman akan bentuk-bentuk yang sederhana, yaitu berdimensi bilangan bulat, misalnya: sebuah garis lurus (berdimensi 1), lingkaran dan persegi panjang (berdimensi 2 atau bidang atau bangun datar), serta kubus, kerucut dan bola (berdimensi 3 atau bangun ruang). Matematika fraktal memperkenalkan konsep geometri kontemporer, yang berdimensi bilangan pecahan, seperti 1,41; 2,35; 3,80 dan sebagainya.

Pola karakteristik warna motif batik dikaji melalui pendekatan komputasi warna. Konfigurasi warna batik dinyatakan dalam histogram warna RGB atau merah (red), hijau (green), dan biru (blue). Sebuah warna dapat dibentuk dari kombinasi tiga warna tersebut.

Mengapa selain mempertimbangkan bentuk, kita juga harus memperhatikan warna? Warna merupakan elemen vital dalam sebuah corak motif. Ia berkaitan dengan unsur pemilihan bahan, cuaca, dan preferensi kolektif masyarakat.

Parameter-parameter yang diperoleh dari hasil komputasi di atas dianalisis melalui pendekatan pohon evolusi yang lazim ditemukan di kajian biologi evolusioner. Parameter bentuk geometris dan pola warna motif batik diolah sebagai sekuen-sekuen informasi, seperti layaknya urutan DNA dalam struktur biologis.

Rangkaian penelitian panjang tersebut akhirnya melahirkan pohon filomemetika yang merepresentasikan perkembangan dan kekerabatan motif-motif batik di Indonesia.

Mereka Berkerumun §

Ada temuan yang sangat menarik dari pohon filomemetika batik yang dihasilkan. Proses komputasional ini memperlihatkan terjadinya pengelompokan batik berdasarkan wilayah. Sampel motif batik dari Solo berkerumun dengan motif batik dari Solo yang lain. Sampel batik dari Yogyakarta juga berkerumun dengan sesamanya. Demikian seterusnya.

pengelompokan di filomemetika batik

Zoom-in pohon filomemetika batik: terjadi pengelompokan motif batik berdasarkan asal daerah

Motif batik tidak mengelompok berdasarkan pola dasar yang sama. Motif batik Banji dari Yogyakarta tidak mengelompok dengan motif batik Banji dari Garut. Setiap daerah memiliki karakteristik khas yang mempengaruhi corak desain batik yang dihasilkan.

Bayangkan kita sedang berada di sebuah pasar batik di mana saja. Lalu kita ambil secarik kain batik secara acak, dan kita foto dengan kamera digital. Tanpa informasi tambahan apapun, setelah foto tadi diolah secara komputasional, maka secara probabilistik dapat kita ketahui dari daerah mana motif batiknya berasal.

Kita punya semacam ‘tes DNA’ untuk batik. Menarik, bukan?


Hokky Situngkir

Hokky Situngkir
Departemen Sosiologi Komputasional
Bandung Fe Institute