Jejak Matematika dalam Ukiran Gorga Batak
2016-05-30 07:14:41 GMT · · budaya
Video-cast dari beberapa aspek matematis dari Gorga Batak, terkait geometri fraktal dan algoritma kura-kura sistem-L.
Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat tinggi. Diversitas budaya ini tersebar luas mulai dari Sabang sampai Merauke. Salah satu kekayaan budaya tersebut adalah seni ukiran. Setiap daerah memiliki seni ukiran yang khas, seperti ukiran Jepara di Jawa, seni ukir Dayak dari Kalimantan, corak ukir Toraja di Sulawesi, hingga pola ukiran Asmat dari Papua.
Pada kesempatan ini kita akan membahas motif ukiran dari tanah Batak atau biasa disebut dengan Gorga Batak. Kesenian ukir atau pahat ini biasanya terdapat pada bagian luar rumah adat Batak Toba. Ornamen ini juga terdapat pada alat-alat kesenian Batak seperti gendang, serunai, kecapi dan lain sebagainya.
Ornamentasi ini dibuat pada potongan kayu yang dipahat atau diukir. Ia kemudian diberi warna. Pada umumnya Gorga Batak hanya menggunakan tiga warna, yaitu merah, hitam, dan putih. Dekorasi tradisional ukir dan lukis Batak ini merupakan salah satu sumber eksotisme bangsa Batak. Tak ada pola identik dalam ornamentasi gorga di rumah adat Batak.
Ukiran Gorga “singa” yang merupakan salah satu ornamentasi tradisi kuno Batak. Ia merupakan penggambaran menyerupai kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai penjaga rumah dari hal-hal yang tak diinginkan. Biasanya diberikan sebagai ukiran yang penuh pewarnaan khas batak yaitu kombinasi warna merah, putih, dan hitam dalam berbagai aspek arsitektural rumah tradisional batak. Sumber gambar dari www.budaya-indonesia.org.
Peradaban Batak kuno belum mengenal geometri atau ilmu ukur. Lalu bagaimana mereka dapat menghasilkan pola ukiran yang indah dan bervariasi satu sama lain? Untuk menjawab pertanyaan ini tim peneliti Bandung Fe Institute dan ekspeditor dari Sobat Budaya melakukan ekspedisi Gorga. Ratusan motif Gorga Batak didokumentasikan sepanjang perjalanan ini.
Motif yang dikumpulkan kemudian dianalisis lebih jauh secara komputasional. Dari proses perhitungan diketahui bahwa ornamentasi ukir Batak ini bersifat fraktal. Ini merupakan bentuk geometri kontemporer, yang diperkenalkan oleh Benoit Mandelbrot, pada awal dekade 1980-an.
Pada geometri konvensional kita mengenal dimensi sebagai bilangan bulat, seperti dimensi 1 (misalnya: garis), dimensi 2 (misalnya: lingkaran, persegi, dan segitiga) serta dimensi 3 (misalnya: bola, balok, dan kerucut). Pada geometri fraktal, dimensi dapat berupa pecahan. Dari proses perhitungan diketahui Gorga Batak berdimensi antara 1.4 hingga 1.6, atau berada di antara dimensi garis dan bidang dua dimensi.
Ilustrasi algoritma kura-kura untuk menggenerasi motif Gorga Batak.
Setelah mengetahui karakteristik matematis Gorga Batak, langkah selanjutnya adalah mencari mekanisme yang dapat melahirkan pola tersebut. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Gorga Batak dapat dieksplorasi dengan menggunakan algoritma komputer kura-kura Sistem L. Ia merupakan sebuah model kompleks yang populer digunakan untuk menangkap dinamika pertumbuhan tanam-tanaman multi-selular.
Ada 3 aturan yang digunakan dalam algoritma tersebut, yaitu: mengisi ruang kosong, tumbuhkan pola melingkar dan tidak boleh saling tumpang tindih satu sama lain. Proses komputasional ini dapat menghasilkan pola yang mirip dengan Gorga Batak, sebagaimana dapat dilihat pada video-cast di atas.
Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya ukiran tradisional Gorga Batak dibuat dengan prinsip yang sama dengan seni generatif, atau seni yang seluruh atau sebagian karyanya dibuat secara algoritmik. Aliran seni ini berkembang pesat dalam 2 dekade terakhir, seiring dengan perkembangan komputer.
Ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita telah menciptakan karya ukiran dengan prinsip yang sama dengan seni generatif. Sungguh luar biasa bukan?
Hokky Situngkir
Departemen Sosiologi Komputasional
Bandung Fe Institute