Bagaimana Cara Membangun Borobudur?

2016-05-09 05:45:47 GMT · oleh Mr Robot · budaya

Video-cast dari beberapa aspek matematis dari Candi Borobudur, terkait geometri fraktal dan otomata selular.

Candi Borobudur merupakan salah satu bangunan megastruktur kuno terbesar di dunia. Bangunan pejal yang dibangun antara abad 8 dan 9 ini diperkirakan memiliki volume 55.000 meter kubik, yang terdiri dari sekitar 2 juta balok batu. Proses pembangunannya diperkirakan selama puluhan tahun dan melibatkan ribuan tenaga kerja.

Pada masa itu teknologi konstruksi masih relatif sederhana. Hingga saat ini, tidak ada bukti bahwa peradaban tersebut telah mengenal maket dan sistem pengukuran (metrik) standar, yang memungkinkan untuk membuat bangunan megastruktur. Lalu bagaimana cara mereka dapat membangun Borobudur?

Ada perbedaan mendasar antara sistem konstruksi modern dan sistem konstruksi natural.

Pada sistem konstruksi modern, desainer membuat desain dalam gambar yang rinci dan rumit. Setelah itu struktur dibuat berdasarkan desain yang tersusun secara detail tersebut. Proses ini berlaku dalam hampir semua proses konstruksi modern, mulai dari pembuatan bangunan, mobil, pesawat terbang, kapal laut, peralatan elektronik dan lain sebagainya. Kita dapat menyebutnya sebagai proses “dari rumit ke rumit”, karena struktur yang rumit dilahirkan dari desain yang juga rumit.

Sistem konstruksi natural memiliki cara kerja yang berbeda. Tidak ada desain yang rumit dari corak kulit zebra, loreng harimau atau pola pigmentasi cangkang kerang dalam sekuen DNA-nya. Yang ada hanyalah aturan-aturan yang simpel. Aturan sederhana ini kemudian diproses secara berulang, sehingga melahirkan struktur yang kompleks. Kita dapat menyebutnya sebagai proses “dari simpel ke kompleks”.

Pemodelan pigmentasi cangkang kerang dengan otomata selular elementer 1D aturan 30.

Pemodelan pigmentasi cangkang kerang dengan otomata selular elementer 1D aturan 30.

Pada gambar di atas terlihat bagaimana aturan yang sederhana dapat melahirkan struktur pigmentasi cangkang kerang yang kompleks. Hanyak ada 8 ketentuan di sana. Jika tiga pigmen hitam bertemu maka bagian bawahnya juga akan berpigmen putih. Jika 2 pigmen hitam diikuti oleh 1 pigmen putih maka bagian bawahnya akan berpigmen putih. Demikian seterusnya. Aturan sederhana yang diproses berulang secara komputasional tersebut pada akhir akan melahirkan struktur yang menyerupai pigmentasi kerang. Pola yang kompleks lahir dari aturan yang sederhana.

Model simplifikasi Candi Borobudur yang dibangun secara komputasional dengan menggunakan otomata selular totalistik 2D aturan 816.

Model simplifikasi Candi Borobudur yang dibangun secara komputasional dengan menggunakan otomata selular totalistik 2D aturan 816.

Nenek moyang kita sepertinya telah mengakuisisi konsep konstruksi natural dalam proses pembangunan Candi Borobudur. Megastruktur kuno ini dibangun dengan mengakuisisi prinsip “dari simple ke kompleks”. Penelitian menunjukkan bagaimana otomata selular 2D aturan 816 dapat memunculkan pola mirip simplifikasi bangunan candi Borobudur. Aturan penempatan batu ditentukan berdasarkan pola balok batu yang terletak di bawahnya. Penjelasan lebih jauh dapat dilihat di video-cast aspek matematis dari Candi Borobudur di atas.

Jika motif cangkang kerang adalah adikarya alam 2-dimensi, maka Borobudur adalah adikarya budaya nusantara 3-dimensi. Sungguh membanggakan menjadi pewaris teknologi kuno hebat dan menginspirasi dalam hidup yang sangat kompleks ini!


Hokky Situngkir

Hokky Situngkir
Departemen Sosiologi Komputasional
Bandung Fe Institute